Kamis, 21 April 2011

Geologi Struktur

BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan
1.      Mengetahui cara penggambaran struktur bidang dan garis peta.
2.      Mengetahui gambaran tiga dimensi dari struktur di lapangan.

Alat dan Bahan
1.      Busur Derajat.
2.      Penggaris.
3.      Pensil Warna.
4.      Alat tulis lainnya.

Definisi Geologi Struktur
Geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari perihal bentuk arsitektur / struktur kerak bumi beserta gejala – gejala geologi yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan bentuk ( deformasi ) pada batuan.
Geologi Struktur pada intinya mempelajari struktur batuan , yaitu struktur primer ( missal perlapisan, foliasi, laminasi, dll ) dan struktur sekunder ( missal kekar, sesar, lipatan ). Bagian terbesar, terutama mempelajari struktur sekunder ini.



CARA KERJA

I.        Cara merubah system azimuth ke system kuadran
a.  Menentukan arah strike dari system azimuth ke system kuadran
 Contoh : Sistem azimuth    :  N … o E / …
                Sistem Kuadran   :  S … o W / …
S … o E / …
N … o E / …
N …o W / …
b. Merubah jurus / strike dari system azimuth ke system kuadran
 Contoh :   Sistem azimuth   : 325 o
Sistem kuadran   : 025 o
c.  Sedang besar Dip sama antara system azimuth dengan system kuadran, tetapi di      system kuadran arah Dip di beri notasi di akhir besar Dip.
Contoh : …. SE
… SW
… NE
… NW
d. Menulisnya secara benar dan lengkap.
 Contoh : S 025o E / 20o NE

II.     Cara merubah dari system kuadran ke system azimuth hampir sama tetapi arah strike selalu bernotasi N … E. Dan di akhiri angka Dip tidak di beri notasi.
- Menulis secara benar dan lengkap
Contoh : N 145o E / 30o


CARA KERJA

Cara menentukan kedudukan lapisan batuan serta penyebaran batuannya dengan kedudukan batuan.
  1. Menetukan umur lapisan batuan dan mengurutkannya dari yang tertua sampai lapisan yang termuda.
  2. Mengukur besar strike dan Dip kemudian menggambar simbolnya.
  3. Menggambar symbol lapisan batuan  di atas strike.
  4. Bila terdapat kontak lapisan batuan, maka di atas lambang  strike di gambar symbol / batuan yang berumur lebih tua dan di bawah lambing strike di gambar symbol batuan berumur lebih muda.
  5. Memberi warna sesuai symbol batuannya.
Batu lempung berwarna hijau, batu pasir berwarna kuning, dan batu gamping berwarna biru.




CARA KERJA


Menggambar kubus dan proyeksinya
  1. Membuat lingkaran yang memiliki jari – jari 8 cm dengan menggunakan jangka.
  2. Membagi lingkaran tersebut manjadi 3 bagian yang masing – masing memiliki besar sudut 120o.
  3. Menghubungkan titik – titik tersebut
  4. Membuat bangun kubus yang sama dengan contoh yang telah disediakan.
  5. Setelah terbentuk sebuah kubus, kemudian memproyeksikan bidang – bidang kubus tersebut ke arah samping, ke arah depan, ke arah atas dengan cara menarik 1 cm dari setiap rusuk – rusuknya.
  6. Memberi warna hasil proyeksi.
  7. Hasil gambar kubus tiga dimensi tersebut juga di gambar secara dua dimensi dengan cara membuka bidang -  bidang kubus tersebut.

KESIMPULAN


1.      Kita dapat menentukan arah strike dan dip dari kedudukan suatu batuan atau endapan.
2.      Kita dapat menentukan batas lithologi dengan menggunakan metode kontur struktur.
3.      Kita dapat menentukan sejarah geologi dari suatu endapan.



BAB II
METODE GRAFIS I  ( STRUKTUR BIDANG )

Tujuan
  1. Dapat menggambarkan geometri struktur bidang ke dalam proyeksi dua dimensi ( secara grafis )
  2. Menetukan kedudukan bidang dari dua atau lebih kemiringan semu.
  3. Menentukan kedudukan bidang berdasarkan problema tiga titik.

Alat dan Bahan :
    1. Alat tulis Lengkap.
    2. Jangka, penggaris, busur derajat.

Definisi
Beberapa unsure struktur geologi secara geometri dapat dianggap sebagai struktur bidang. Struktur geologi tersebut diantaranya adalah bidang perlapisan, bidang kekar, bidang belahan, bidang foliasi dan sejenisnya.
  • Jurus / strike : arah dari garis horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal, dimana besarnya jurus / strike di ukur dari arah utara.
  • Kemiringan / Dip : Sudut kemiringan terbesar yang di bentuk oleh bidang miring yang bersangkutan dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus / strike.
  • Kemiringan Semu / Apprent Dip : sudut kemiringan suatu bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal dari pengukuran dengan arak tidak tegak lurus jurus / strike.
·        Arah kemiringan / Dip direction : Arah tegak lurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan da diukur dari arah utara.



  
Langkah Kerja 02.1:
1.      Menetukan arah utara.
2.      Menetukan  posisi arah N 270o E / 30o  dan buat sudut 30o dari 270o ke arah bawah, kemudian tarik garis.
3.      Menetukan Posisi arah  N 285o E /  40o dan buat sudut 40o dari 285o ke arah atas, kemudian tarik garis.
4.      Menarik garis tegak lurus terhadap strike ( 270o dan 285o ) pada masing – masing posisi dengan jarak 1 cm sebanyak lima titik terhadap Dip.
5.      Menarik garis kontur struktur ( KS ) dengan menghubungkan titik – titik yang berbeda pada kedua strike, misal titik 1 cm dengan 1 cm, dan seterusnya.
6.      Untuk mendapatkan strike maka terlebih dahulu titik di utarakan sehingga di peroleh strike yang di bentuk oleh sudut.
7.      Untuk mendapatkan Dip, maka langkah – langkah yang harus dilakukan sebagai berikut :
a.       Buatlah garis tegak lurus terhadap KS 900.
b.      Buatl titk 1 cm di KS 800 ( kanan kiri 1 cm ) dari penarikan garis pada KS 900.
c.       Tariklah garis dari titik pertama garis di KS 900 ke titik 1 cm yang telah di buat tai di KS 800, sehingga diperoleh garis dan ini yang di sebut Dip.



Langkah Kerja 02.2 :
1.      Menetukan arah utara, dengan garis lurus.
  1. Menetukan sudut 120o , kemudian tarik garis sepanjang 1 cm.
  2. Buat garis lagi sebesar sudut 200o dari titik sebelumnya sepanjang 2 cm.
  3. Dari titik utara sudut 120o tarik garis ke garis terakhir dari sudut 200o kemudian garis tersebut di bagi dua yang sama besar.
  4. Setelah di bagi dua, Buatlah garis dari titik tengah garis tersebut dengan perpotongan antara sudut yang pertama dengan yang kedua, serta buat garis yang sejajar dengan garis tersebut ke atas dan kebawah.
  5. Membuat kotak bujur sangkar berukuran 6 cm ( pada langkah no 5 ).
  6. Buatlah kubus dengan sisi 6 cm dari lingkaran, kemudian dari tiap rusuk kubus tersebut bagilah tiap 1 cm, lalu hubungkan titik – titik tersebut.
  7. Pada penggambarannya blok diagram orthogonalnya seperti di buat kubus bersisi 6 cm dengan sudut 60 o  , kemudian di sesuaikan dengan KS tertinggi dan terendah lalu KS yang mempunyai ketinggian yang sama di hubung – hubungkan. Penggambaran di kotak bujur sangkar di proyeksikan pada kubus dengan cara di plot titik KS dari tiap garis yang memotong garis bujur sangkar lalu  di sesuaikan pada garis kubus. Kemudian titik KS di  letakkan pada kubus sesuai titik – titik masing – masing. Setelah semua sudah di pindahkan, lalu hubungkanlah antar titik tersebut maka terbentuklah struktur bidang.     


KESIMPULAN


1.  Kedudukan pada struktur bidang dilambangkan dengan strike dan Dip.
2. Strike adalah arah dari garis horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal yang diukur dari arah utara.
3. Dip adalah sudut terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dengan bidang horizontal yang diukur tegak lurus jurus.

 
BAB III
METODE GRAFIS II ( STRUKTUR GARIS )

Tujuan :
1.      Dapat menggambar geometri struktur garis ke dalam dua dimensi ( secara grafis ).
2.      Menentukan Plunge dan Rake suatu garis pada suatu bidang.
3.      Menetukan kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang.

Alat dan bahan :
a.       Penggaris, busur derajat.
b.      Jangka dan alat tulis.

Definisi
Salah satu unsur struktur secara geometri adalah geometri garis (struktur garis : gores, garis, perpotongan dua bidang, dan lainnya ).
Dalam gologi struktur dapat dibedakan menjadi “struktur garis riil” dan “struktur garis semu”. Yang di maksud dengan struktur garis riil adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati langsung di lapangan, seperti contohnya gores garis yang terdapat pada bidan sesar. Sedangkan struktur garis semu adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsur – unsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi. Misalnya : liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral – mineral dalam batuan beku, arah liniasi struktur sedimen (cross bedding, flute cast) dan sebagainya.
Berdasarkan saat pembentukannya, struktur garis dapat dibedakan menjadi “struktur garis primer” yang meliputi : liniasi atau penjajaran mineral – mineral pada batuan beku tertentu, dan arah liniasi struktur sedimen; serta struktur garis sekunder yang meliputi : gores garis, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan kelurusan – kelurusan dari topografi, sungai dan sebagainya.
Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah – istilah : “arah penunjaman” (trend), “penunjaman” (plunge), “arah kelurusan” (bearing) dan Rake atau Pitch.



Definisi  istilah - istilah dalam struktur garis :
Arah penunjaman (trend):
Jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukkn arah penunjaman garis tersebut, dimana hanya menunjukkan satu arah tertentu. 
Arah kelurusan (bearing) :
Jurus dari bidang vertical yang melalui garis tetapi tidak menunjukkan arah penunjaman garis tersebut, dimana menunjukkan arah – arah dimana salah satu arahnya merupakan sudut pelurusannya.
Rake (Pitch) :
Besar sudut antara garis dengan garis horizontal yang di ukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat. Besarnya rake sama dengan lebih kecil sembilan puluh derajat.

 

Langkah kerja 03.1.

1.      Menetukan arah utara.
2.      Diukur bidang sesar dengan kedudukan N 005o E / 45o dari arah utara, untuk buka Dip buat Fl yang tegak lurus sesar kemudian cari sudut 45o dan tarik garis. Inilah besar Dip.
3.      Buat garis sejajar sesar dengan penarikan setiap kenaikan 1 cm dari Fl dan sudut dip, sebanyak tiga garis.
4.      Buat bearing N 135o E, dari arah sesar
5.      Pakai jangka di 45o ke titik ks 2 diatas di hubungkan ke Fl, dengan garis putus – putus.
6.      Titik perpotongan hangka tadi dengan Fl tarik garis sejajar Ks atau sesar dengan garis putus – putus.
7.      Dari garis putus – putus sejajar ks tadi di tarik garis tegak lurus yang di hubungkan dengan perpotongan bearing dan ks, kemudian tarik garis. Besar rake diukur dari bidang sesar sampai garis yang dibuat ini.
8.      Untuk menentukan plunge, tariklah garis sepanjang 1 cm dari titik perpotongan ks 2 dengan bearing dan tegak lurus bearing kemudian tarik garis, dari sini kita dapat menetukan besar plunge. 
 

Langkah kerja 03.2.

1.      Menetukan garis utara.
2.      Buat garis dengan arah N 048o E / 30o NW ( N 228o E / 30o ) pada ketinggian 800 mdpl, kemudian membuat Fl  yang sejajar dengan garis strike  dan cari dip sebesar 30o .
3.      Tariklah garis dai setiap kenaikan 1 cm dari dua garis yaitu Fl dan dip sebanyak tiga garis kemudian diberi nitasi ketinggiannya.
4.      Dari strike tersebut dibuat garis dengan Azimuth N 130o E (dari arah utara), dengan panjang garis 7 cm, dan buat Fl dan tentukan Dip sebesar 50o   kemudian hubungkanlah titig ketinggian 800 mdpl pertama dengan yang kedua ini.
5.      Dari FL dan garis dip tadi, buatlah garis yang sejajar strike kedua ini dengan penarikan garis setiap kenaikan 1 cm dari Fl dan garis dip sebanyak 3 garis.
6.      Garis Ks yang pertama dengan Ks yang kedua ini cari perpotongannya, lalu dihubungkan dengan garis dan inilah yang dinamakan dengan bearing.
7.      Buat garis putus – putus dari strike pertama, dari titik dip 30o tarik garis putus – putus dengan jangka pada Ks 700 sehingga memotong Fl, lalu tarik garis putus – putus sejajar Ks.
8.      Begitu juga dengan strike yang kedua, dari titik dip 50o  tarik garis putus – putus dengan jangka pada Ks 700 sehingga memotong Fl, lalu tarik garis putus – putus sejajar Ks.
9.      Rake A diperoleh dari penarikan garis tegak lurus garis putus – putus yang di buat pada dip 30o  dan dihubungkan dengan bearing yang perpotongan ks 700 lalu tarik garis sehingga besar Rake A dapat di baca dari  sudut antara  Ks 700 dengan penarikan garis ini tadi.
10.  Rake B diperoleh dari penarikan garis tegak lurus garis putus – putus yang di buat pada dip 50o   dan dihubungkan dengan bearing yang perpotongan Ks 700 lalu tarik garis sehingga Rake B dapat dibaca dari sudut antara Ks 700 dengan penarikan garis ini tadi.
11.  Untuk mencari besarnya plunge, buat garis sepanjang 1 cm tegak lurus dengan bearing Ks 700 dan tarik garis, besar plunge dapat di baca dari garis bearing dengan penarikan garis ini tadi.


KESIMPULAN

1.      Dari perpotongan dua bidang dapat di tentukan unsur – unsur struktur garis dengan menggunakan proyeksi garis.
2.      Hasil perpotongan dua bidang dapat dibuat kedudukan struktur garis dalam kenampakan 3 dimensi.
3.      Dengan aplikasi metode grafis I untuk struktur garis, dapat memecahkan masalah – masalah struktur garis dalam penetuan plunge dan rake sebuah garis pada suatu bidang. 

KESIMPULAN


1.Dalam pembacaan struktur garis terdapat istilah plunge, bearing
Rake yang menunjukkan besar sudut antara garis horizontal yang diukur pada   bidang dimana garis tersbut didapat.
2. Berdasarkan pada pembentukannya struktur garis dibagi menjadi :
      a. Struktur garis primer
      b. Struktur garis sekunder.


BAB IV

POLA SINGKAPAN DAN PETA GEOLOGI


Definisi
            Permukaan bumi merupakan salah satu bagian yang harus dipelajari dalam penguasaan ilmu geologi, karena ekspresi topografi terkadang dapat menunjukkan keadaan geologi baik struktur maupun geologinya.
            Geomorfologi sangat terkait dalam mempelajari geologi struktur. Bentukan – bentukan morfologi sekarang merupakan hasil gaya yang bekerja baik itu berasal dari dalam maupun dari luar bumi. Bentukan – bentukan tersebut akan berbeda bentuknya tergantung dari system yang mempengaruhinya.
            Pada sisi lain lithologi juga berperan dalam mengekpresikan topografi. Nilai resisten dan tidaknya lithologi akan memberikan relief yang berbeda – beda di permukaan. Lithologi yang keras (resisten) cenderung menbentuk relief yang lebih menonjol (tinggi) daripada daerah dengan lithologi yang lebih lunak (kurang resisten). Sedangkan daerah yang disusun oleh lithologi batu gamping akan membentuk suatu pola bentang alam  “karst topograhpy”   sebagai pola yang sangat khas (tersendiri).
                        Bentukan yang berlainan dari kedudukan lithologi dan bentuk morfologi, mengakibatkan terbentuknya pola penyebaran lithologi dipermukaan. Perpotongan antara bidang lithologi dan bidang permukaan bumi inilah yang dinamakan sebagai pola singkapan. Dari pola singkapan ttersebut akan diketahui keadaan geologi suatu daerah dan dapat dinuat suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi meliputi penyebaran lithologi, struktur dan morfologi. Peta semacam nin disebut dengan Peta Geologi.

Besar dan bentuk dari pola singkapan ini tergantung dari beberapa factor :
  1. Ketebalan lapisan.
  2. Kemiringan lapisan.
  3. Bentuk morfologi
  4. Bentuk struktur lapisan.

Hukum “V”

Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan menghasilkan pola singkapan yang beraturan, dimana aturan tersebut dikenal dengan  hukum “V”.
Aturan – aturan tersebut antara lain :
a.       Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikutimp pola  garis kontur.
b.      Lapisan dengan kemiringan berlawanan arah dengan kemiringan lereng, maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf “V” yang berlawanan arah dengan kemiringan lembah.
c.       Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus, dimana pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.
d.      Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan arah kemiringan lereng dimana kemiringan lapisan lebih besar dengan kemiringan lereng, akan membentuk pola singkapan dengan huruf “V” searah dengan kemiringan lereng.
e.       Lapisan dengan kemiringannya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringa lapisan sama dengan kemiringan lereng /lembah, maka pola singkapanya seperti huruf V terbalik.
f.        Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng, dimana besar kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringa lereng, maka pola singakpannya akan membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng/ Lembah.


KESIMPULAN

   1. Untuk dapat mengetah0i tebal lapisan dan kedalaman dapat menggunakan cara    grafis dan cara matematis.
      2. Untuk mengetahui dengan cara grafis, harus diketahui top dan bottom.
      3. Dalam pengukuran tebal dan kedalaman dapat juga menggunakan tipe point.



BAB IX

LIPATAN


Lipatan merupakan hasil perubahan bentuk dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau pola dari lengkungan pola unsure garis atau bidang di dalam bahan tersebut. Pada umumnya unsure yang terlibat di dalam lipatan adalah perlipatan, foliasi, dan liniasi.

Berdasarkan proses perlipatan dan jenis batuan yang terlipat dibedakan menjadi :
1.      Flexture / Competent folding termasuk di dalam parallel fold.
2.      Flow / incompetent folding termasuk di dalam similar fold.
3.      Shear folding.
4.      Flexture and flow folding.

Jenis – jenis Lipatan :
·        Antiklin, struktur lipatan yang bentuk konfet ke atas dengan urusan lapisan batuan yang tua di bawah dan yang muda di atas.
·        Sinklin, struktur lipatan yang bentuk klaf ke atas dengan urutan lapisan batuan yang tua di bawah dan yang muda di atas.
·        Antiform, struktur lipatan seperti antiklin namun umur batuan tidak di ketahui.
·        Sinform, struktur lipatan seperti sinklin namun unsure batuan tidak diketahui.
·        Antiformal Sinklin, struktur lipatan seperti antiklin dengan lapisan batuan yang tua di bagian atas dan batuan muda yang berada di bawah.
·        Sinformal antiklin, struktur lipatan sepeti sinklin dengan lapisan batuan yang tua di gaian atas dan lapisan batuan yang muda di bawah.
·        Dome, yaitu suatu jenis tertentu antuform dimana lapisan batuan mempunyai kemiringan ke segala arah uyang menyebar dari satu titik.
·        Basin adalah suatau jenis unik sinform dimana kemiringan lapisan batuan menuju ke satu titik.


KESIMPULAN

·        Lipatan mempunyai hasil perubahan bentuk dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai kelengkungan atau kumpulan unsure garis pada bidang di dalam bahan tersebut.
·        Pada umunya unsure yang terlihat dalam lipatan adalah bidang perlipatan, foliasi dan liniasi.
·        Unsur – unsure lipatan : antiklin, sinklin, antiform, sinform, hinge, grest, plunge.



BAB IV

TEBAL DAN KEDALAMAN


Ketebalan

Ketebalan lapisan bisa ditentukan dengan beberapa cara, baik secara langsung maupun tidak langsung.
            Apabila keadaan medan, struktur yang rumit atau keterbatasan alat yang dipakai tidak tidak memungkinkan pengukuran secara langsung, diadakan pengukuran secara langsung.
            Pengukuran tidak langsung yang sederhana adalah pada lapisan miring, tersingkap pada lapisan horizontal, dimana lebar lapisan diukur tegak lurus jurus, yaitu w. Dengan mengetahui kemiringan lapisan (d) maka ketebalan T = w sin d.
            Apabila pengukuran lapisan tidak tegak lurus  ( i ) maka lebar sebenarnya harus dikoreksi terlebih dahulu w = i sin b. Dimana b adalah sudut antara jurus dengan arah pengukuran. Ketebalan yang didapat adalah T = i sin b sin a panjang.
            Untuk mengukur ketebalan pada lereng, apabila pengukuran tidak lurus jurus igunakan persamaan trigonometri.
            Untuk mengukur / mencari kemiringan lereng yang tegak lurus jurus Lapisan (w) dapat dilakukan beberapa cara natara lain :
  1. Dengan “Aligment Nomogrsph” dengan menganggap kemiringan lereng terukur sebagai kemiringan sebenarnya.
  2. Dengan persamaan Tg s = sin b sin j.
Dari pengukuran diatas di dapatkan lebar singkapan yang tegak lurus jurus (w), dengan menggunakan persamaan :
W = i sin j.

Kedalaman

Menghitung kedalamn lapisan ada beberapa cara, antara lain :
  1. Menghitung secara matematis.
  2. Dengan “Aligment diagram”
  3. Secara grafis.
Dengan cara perhitungan matematis, yang perlu diperhatikan ialah kemiringan lapisan dan jarak jurus dari singkapan ke titik tertentu.
Pada permukaan horizontal kedalaman lapisan (d) dapat dihitung dengan rumus :

D = m tg d

Apabila tidak tegak lurus jurus pada bidang – bidang maka kemiringan lapisan ang dipakai adalah kemiringan semu  (a).
d = m tg a.
Untuk kemiringan lereng tertentu kedalaman dapat dicari dengan menggunakan rumus umumnya yaitu
D = m (sin s ± cos s tg d). 
Dengan menggunakan “Aligment diagram” cara penggunaan sama dengan waktu mencari kedalaman dan yang beda hanya “Aligmeny diagram”

KESIMPULAN 

   1. Untuk dapat mengetahui tebal lapisan dan kedalaman dapat menggunakan cara    grafis dan cara matematis.
      2. Untuk mengetahui dengan cara grafis, harus diketahui top dan bottom.
      3. Dalam pengukuran tebal dan kedalaman dapat juga menggunakan tipe point.



BAB VI
PROYEKSI STEREOGRAFIS DAN PROYEKSI KUTUB



Definisi
    Merupakan proyeksi yang didasarkan pada perpotongan bidang / garis dengan permukaan bola.
  Unsur struktur geologi akan lebih nyata, lebih mudah dan cepat penyelesaianya cepat bila digambarkan dalam bentuk proyeksi permukaan bola. Permukaan bola tersebut meliputi suatu bidang dengan pusat bola yang terlihat pada bidang tersebut. Maka bidang tersebut memotong permukaan bola sepanjang suatu lingkaran, yaitu lingkaran besar. Yang dipakai sebagai gambaran posisi struktur dibawah permukaan adalah belahan bola bagian bawah. Selamjutnya proyeksi permukaan bola digambarkan pada permukaan bidang horizontal dalam bentuk proyeksi stereografis.
Macam - macam proyeksi stereografis :
  1. Equal angle projection net atau Wulf net.
  2. Equal area projection net atau schmit net.
  3. Orthographic net.

Struktur bidang

Stereogranya selalu diwakili oleh lingkaran besar, sehingga besar sudut kemiringan selalu diukur pada arah E – W jarring, yaitu 0o pada lingkaran primitif dan 90o di pusat lingkaran.

Struktur garis

Stereogramnya akan berupa suatu garis lurus dari pusat lingkaran, besarnya plunge dihitung 0o pada lingkaran primitif dan 90o di pusat lingkaran. Dan diukur pada kedudukan bearing berimpit dengan N – S atau E – W jarring.
           

KESIMPULAN


  1. Proyeksi stereografis adalah gambaran dua dimensi atau proyeksi dari permukaan bola.
  2. Proyeksi hanya dapat dipakai untuk memecahkan masalah-masalah geometri bidang dan garis yang besar merupakan besar sudut atau arah.
  3. Stereonet terdiri dari : Wulff Net, Schmidt Net, Polar Equal Area Net dan Classbeek Counting Net.
  4. Pada proyeksi stereografis dengan menggunakan Wulff Net yang menghasilkan bidang dan garis.
  5. Pada proyeksi kutub dengan menggunakan Polar Equal Area net yang menghasilkan berupa “pola 2 atau titik.